Kode etik guru adalah norma atau asas yang harus dijalankan oleh guru di Indonesia sebagai pedoman untuk bersikap dan berperilaku dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
Pedoman tersebut diharapkan nantinya bisa membedakan perilaku baik atau buruk seorang guru, memilah-milah mana saja hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama menjalankan tugas sebagai seorang pendidik. Keberadaan kode etik ini bertujuan untuk menempatkan sosok guru sebagai pribadi yang terhormat, mulia, dan bermartabat.
Jaja Suteja dalam bukunya Etika Profesi Keguruan menyebutkan, kode etik guru dikembangkan dalam empat tahapan yakni:
• Tahap pembahasan atau perumusan pada tahun 1971-1973.
• Tahap pengesahan yang dilakukan pada Kongres PGRI ke XIII November 1973.
• Tahap penguraian yakni pada Kongres PGRI XVI Juni 1979.
• Tahap penyempurnaan pada Kongres PGRI XVI, Juli 1989.
Dikutip dari buku Etika Profesi Guru oleh Shilphy A. Octavia, adapun fungsi dan tujuan penetapan kode etik guru adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalm keanggotaan profesi.
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri.
Fungsi kode etik seperti itu sesuai dengan apa yang dikemukakan Gibson dan Mitchel ( 1995), yang lebih menekankan pada pentingnya kode etik tersebut sebagai pedoman pelaksanaan tugas profesional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggung jawaban jika ada anggota profesi yang bertindak diluar kewajaran sebagai seorang profesional.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman sejawat, peserta didik, pemimpin, masyarakat, dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubungan tersebut dilakukan untuk kepentingan perkembangan siswa secara optimal, secara jelas hubungan itu diatur oleh kode etik.
1. Etika hubungan guru dengan teman sejawat.
Dalam etika hubungan guru dengan teman sejawat menuntut perilaku yang kooperatif, mempersamakan, dan saling mendukung. Hubungan antar teman sejawat terutama terjadi dalam bentuk konsultasi dan raferal (Onteng Sutisna, 1986:364).
Konsultasi merupakan kebiasaan untuk mengundang teman sejawat agar ikut serta menganalisis kebutuhan peserta didik dan kemungkinan perencanaan bantuannya. Raferal adalah proses penerusan bantuan seorang peserta didik kepada teman sejawat yang profesional atau penyandang profesi lain yang relavan untuk membantu pemecahan masalah dan mengembangkan diri peserta didik sesuai dengan karakteristik permaslahan yang dihadapi.
2. Etika hubungan guru dengan peserta didik
Dalam etika hubungan guru dan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer, 1979), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajara yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Hubungan ditandai oleh adanya perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan dan ketulusan, serta kejelasan ekspresi seorang guru.
3. Etika hubungan guru dengan pimpinan
Dalam etika hubungan guru dengan pimpinan disekolah memntut adanya rasa saling mempercayai satu sama lainnya. Guru percaya bahwa pimpinan sekolah memberi tugas yang dapat dikerjakannya dan setiap pekerjaan yang dilakukan pasti ada imbalannya. Sebaliknya pimpinan sekolah mempercayakan suatu tugas kepada guru karena keyakinan bahwa guru tersebut akan mampu melaksanakan tugasnya dengan sebaik mungkin. Dalam hubungan guru dengan pimpinan tersebut yang terpenting adanya pengertian dari kedua belah pihak atas konsekuensi dari beban tersebut. Guru dan pimpinan sekolah secara bersama-sama melaksanakan tugas pendidikan.
4. Etika Hubungan guru dengan masyarakat
Dalam etika hubungan guru dengan masyarakat, guru sangat perlu memelihara hubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan, misalnya mengadakan kerja sama dengan kalangan industri terdekat dan berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.
Guru menghayati apa saja yang menjadi tugasnya. Guru selalu berupaya meningkatkan profesionalisme dan kinerjanya. Peningkatan profesionalisme dapat dilakukan melalui pendalaman dan mengikuti perkembangan terkini ilmu keguruan atau kependidikan, atau dengan cara melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, serta berpartisipasi dalam kegiatan keprofesian yang relavan. Peningkatan kinerja dapat diawali dari mencintai profesi pendidikan, sehingga profesi ini menjadi bagian dari hidupnya.