Pendidikan Vokasi memiliki kontribusi besar dalam membangun sumber daya manusia (SDM) sehingga SDM Indonesia memiliki daya saing global. Oleh sebab itu generasi muda harus terus berupaya mengembangkan diri agar tidak kalah bersaing di era global. Selain itu, mereka juga dituntut untuk mampu menguasai perkembangan teknologi dan memiliki nilai jual lebih dari orang lain serta menjaga nasionalisme dan etika.
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang berorientasi pada keahlian dan kepakaran yang khas serta berkemampuan untuk siap kerja. Dengan demikian, lulusan pendidikan vokasi mampu bersaing secara global karena fokus pada pengembangan keterampilan dan teknologi aplikatif.
Indonesia diprediksi akan mendapatkan bonus demografi pada 2020-2030 mendatang. Saat itu angkatan kerja di Indonesia akan mencapai angka 70 persen. Bonus demografi ini harus dipersiapkan secara matang agar bisa memberikan keuntungan bagi bangsa dengan menyiapkan sumber daya manusia dan lapangan kerja yang berkualitas. Apabila tidak ditangani dengan baik, bonus demografi ini dikhawatirkan akan menjadi ancaman bagi bangsa.
Peluang program magang, beasiswa, serta kerjasama dengan berbagai mitra baik dalam maupun luar negeri dalam pengembangan Sekolah Vokasi. Juga, membagi kunci sukses sebagai mahasiswa tidak hanya dengan pencapaian IPK tinggi, namun memiliki soft skill, sikap, kesehatan, serta integritas tinggi.
Negara Swiss mendukung pendidikan vokasi Indonesia, hal tersebut disampaikan dalam sebuah kunjungan ke Indonesia, Orga menjelaskan pemerintah Swiss mendukung pengembangan pendidikan tinggi vokasi Kemenperin dalam proyek S4C untuk membagikan kepakaran Swiss dalam menciptakan sekolah vokasi, seperti yang mereka lakukan sejak lama terhadap ATMI Solo dan STP Bandung, bahkan pemerintah Indonesia dan Swiss telah menandatangani MoU mengenai kerja sama teknis dalam bidang pengembangan pendidikan dan pelatihan kejuruan sistem ganda atau proyek S4C. Indonesia juga mendapatkan bantuan dari Swiss sebesar Rp. 110 miliar yang direncanakan dalam dua fase pertama tahun 2018 sampai 2022 dan fase kedua dilanjutkan hingga 2026. Dukungan Swiss juga diberikan melalui konsultasi teknisnya yang ditempatkan di setiap Politeknik dan Akademik Komunitas dalam proyek tersebut.
Pantas saja jika Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Wartanto menilai kualitas produk dalam negeri tidak kalah dengan produk luar sehingga penggunaan produk dalam negeri harus dilakukan. Menegaskan kembali penggunaan produk dalam negeri sangat penting agar SMK maupun politeknik tetap bisa menghasilkan produk sesuai kebutuhan karena sekarang semua sekolah/kampus akan mendapat dukungan dana dari pemerintah. Padahal ada SDM hebat, teknologi hebat, ada sarpras yang hebat. Kalau itu dipadukan, pasti produktivitasnya tinggi.
Selain itu, nantinya akan muncul Sumber Daya Manusia (SDM) berkompeten karena terbiasa membuat produk inovatif. Kemudian sekolah, nantinya akan bergeser dari teoritis menjadi inovatif, produk yang di hilirisasi. Inilah yang dinamakan pembelajaran berbasis kebutuhan dunia industri dan masyarakat.
Jangan sampai kita hanya jadi penonton dan justru memakmurkan negara lain karena produknya kita beli. Kalau kita ingin memakmurkan Indonesia, beli produk dalam negeri.