Tidak bisa dimungkiri era globalisasi membuat dunia ini jadi penuh tantangan dan persaingan. Tak ada batas geografis ataupun negara, sehingga mau tidak mau kualitas sumber daya manusia (SDM) yang ada harus selalu ditingkatkan agar tidak tertinggal dari yang lain.
Mengapa?
Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) juga dapat berdampak pada rendahnya tingkat produktivitas dan tingkat partisipasi dalam dunia kerja dan dalam proses produksi.
Oleh sebab itu, salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan SDM yaitu dengan memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, terutama pada pendidikan atau sekolah vokasi.
Pendidikan vokasi sebagai salah satu penghasil angkatan kerja perlu mengambil peran pemberi nilai tambah berupa lulusan yang relevan dan bermutu. Pendidikan vokasi dikatakan selaras dengan DUDI apabila dapat menghasilkan lulusan yang relevan dan memiliki skill/kompetensi yang dibutuhkan DUDI.
Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan seringkali menyinggung tentang pentingnya sekolah vokasi bagi Indonesia yang sama pentingnya dengan infrastruktur. Dunia kini sudah berubah, jika kualitas sumber daya manusia (SDM) tidak dipersiapkan dengan baik, Indonesia akan tertinggal dalam perubahan dunia tersebut.
Beliau menambahkan, perubahan yang terjadi sangatlah cepat, dari internet beralih ke mobile internet, lalu dari mobile bergeser ke artificial intelligence, robotics, tesla hyperloop. Itulah sebabnya, sekolah semacam politeknik dan vokasi, sangat diperlukan jika kualitas SDM di Indonesia tidak ingin tertinggal dari negara lain.
Saat ini Sekolah Menengah Kejuruan tak lagi dianggap sebelah mata atau dicap sebagai institusi pendidikan yang termarjinalkan, justru sarana dan prasarana pendukung bagi para siswa juga lebih memadai untuk praktikum sehingga dapat memberikan pengalaman nyata bagi siswanya sebelum terjun ke dunia kerja.
Sekolah vokasi merupakan pendidikan keahlian yang setara dengan politeknik. Pada dasarnya pendidikan ini lebih berorientasi pada penerapan ilmu. Lulusannya berkompeten dan terampil dalam bekerja. Begitu juga dengan para pengajarnya, yang diharuskan memiliki sertifikasi profesi. Model pembelajaran sekolah vokasi pun berbeda dengan sistem pendidikan akademik seperti jenjang Sarjana, Magister atau Doktor.
Jika pada pendidikan akademik menekankan ilmu pengetahuan, sekolah vokasi menekankan pembelajaran yang terstruktur dan keahlian yang lebih driven atau terarah. Menurut data Kemenristekdikti, pendidikan vokasional di Indonesia terdiri dari 1.365 lembaga pendidikan, di antaranya 1.103 akademi kejuruan dan 262 politeknik.
Pada intinya, sekolah vokasi diarahkan untuk mencetak lulusan yang siap bekerja sesuai kebutuhan dunia kerja saat ini. Oleh sebab itulah sekitar 70 persen dari isi program pembelajarannya merupakan praktik di industri.
Revitalisasi SMK dan pendidikan vokasi ini akan sangat berdampak pada kekuatan ekonomi negara karena dinilai dapat menghasilkan angkatan kerja yang bermutu dan dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Harapannya, pendidikan vokasi yang berfokus pada keterampilan di bidang tertentu dapat mencetak angkatan kerja terampil dan cocok dengan kebutuhan industri.