Sekarang kerja di mana?
Sering mendapat pertanyaan klise seperti itu? Seakan menyindir bahkan merendahkan sampai membuat hati terasa panas. Ingin marah, tetapi tidak bisa. Mereka yang terus bertanya tidak pernah tahu betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan di zaman sekarang.
Seiring dengan berjalannya waktu, entah mengapa mencari pekerjaan terasa semakin sulit saja. Ketersediaan lapangan kerja semakin tidak memadai, membuat lowongan kerja pun harus mati-matian mencari demi bisa menemukan pekerjaan yang sesuai. Belum lagi persaingan kerja yang tidak mungkin bisa dihindari. Menemukan pekerjaan yang cocok dan sesuai potensi yang dimiliki memang tidak mudah bahkan seringkali orang mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan jurusan saat kuliah, ataupun tidak sesuai dengan keahlian.
Sudah mencoba melamar di banyak tempat tetapi tidak satu pun yang diterima padahal sudah keluar banyak dana untuk kuliah, mengikuti kursus dan lain sebagainya. Ada juga yang sampai ke tahap wawancara kerja namun harapan palsu semata, entah ditipu dengan ruangan kosong ataupun bisa wawancara asalkan mau membayar.
Sebenarnya apa permasalahannya? IPK tinggi terpampang nyata dalam transkrip, almamater kampus bagus dan terakreditasi, bahkan lulus secara cum laude. Akan tetapi, mengapa masih kesulitan mendapat pekerjaan?
1. Prestasi bagus bukan jaminan
Mahasiswa mana pun pasti bangga dengan prestasi yang diraihnya dengan sungguh-sungguh, karena tidak semua orang bisa seperti itu. Sudah pasti banyak teman akan mengagumi, pujian berdatangan dan mungkin beasiswa S2 sudah menanti. Sayangnya dalam dunia kerja memiliki cara pandang yang berbeda. Jangan terlalu banyak berharap IPK tinggi bisa menentukan masa depan Anda lebih cemerlang dari yang lain. Prestasi bukan “kemampuanâ€. Dengan kata lain, seseorang yang dianggap pintar belum tentu memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh sebuah perusahaan. Rata-rata selama perkuliahan yang diajarkan hanyalah teori dan minim praktik. Hal ini menyebabkan sebagian besar fresh graduate tidak dapat mengimplementasikan teori yang sudah dipelajari di lapangan (dunia kerja).
2. Meminta gaji terlalu tinggi
Terkadang, ada saja pelamar yang meminta gaji tidak sewajarnya akibat terlalu percaya diri dengan prestasi akademik yang dimiliki, dan hal itu tentu sangat berpengaruh terhadap penilaian HRD. Jika diminta untuk menuliskan ataupun menyebutkan berapa gaji yang diinginkan, sebaiknya dipikirkan terlebih dahulu secara matang, atau bisa juga mencari informasi terkait rata-rata besaran gaji yang diberikan untuk suatu jabatan tertentu.
3. Minim pengalaman non-akademik
Mungkin sebagian besar kalangan mahasiswa sudah mengetahui jika pengalaman non-akademik dapat membantu meningkatkan IPK. Pengalaman non-akademik bisa berupa pengalaman organisasi. Mengapa poin yang satu ini penting? Dengan memiliki pengalaman berorganisasi, itu sama artinya memiliki pengalaman bagaimana bekerja dengan tim dan bagaimana bekerja dengan sistem. Ini akan menjadi poin plus bagi pelamar. Jika Anda minim pengalaman non-akademik maka potensi mendapatkan pekerjaan jadi lebih sedikit karena biasanya perusahaan tidak mau merekrut orang-orang yang tidak berpengalaman. Oleh sebab itu, cobalah untuk mulai mengikuti organisasi atau perbanyak magang.
4. Tidak memiliki jaringan kerja atau koneksi
Setelah lulus S1, orang mungkin sudah lupa mata kuliah yang dipelajari apa saja, berapa nilai dan siapa dosen yang mengajar. Namun lain halnya dengan teman sejawat. Jika Anda terlalu gengsi untuk menjalin komunikasi dengan teman sejawat karena masih menganggur, Anda justru bisa jadi akan melewatkan kesempatan-kesempatan untuk bekerja. Mengapa? Jika salah satu dari mereka merupakan pengusaha, Anda bisa mencoba menawarkan keahlian yang dimiliki dengannya. Jika salah satu dari mereka seorang HRD di sebuah perusahaan, Anda bisa mencoba meminta bantuannya. Meski cara seperti itu terkesan negatif, tetapi kenyataannya tidak bisa dimungkiri akan lebih mudah mendapat pekerjaan dengan bantuan orang dalam dibandingkan harus melamar kerja secara formal.